Work from Anywhere (WFA) kini menjadi tren baru di kalangan karyawan. Biasanya Work from Office (WFO) di masa sebelum Covid-19 melanda, kemudian berubah menjadi Work From Home (WFO) di masa pandemi.
Sekarang kita perlahan menuju era endemik. Pemerintah secara perlahan melonggarkan mobilitas masyarakat selama masa transisi ke endemik. Tren baru dalam pekerjaan juga muncul dengan Work Anywhere (WFA).
Work fromwhere (WFA) mulai banyak dikembangkan oleh banyak perusahaan. Apalagi sistem ini dapat memudahkan karyawan untuk lebih fleksibel dalam bekerja dimanapun mereka berada. WFA memberikan kesempatan bagi mereka yang ingin bekerja sambil bepergian atau bosan dengan suasana kantor. Mereka bisa tetap produktif bekerja di kafe, hotel, co-working space, airport lounge, villa di pegunungan, dan selama ada koneksi internet.
Transformasi Digital sebagai Persyaratan WFA
WFA menawarkan berbagai manfaat. Bagi karyawan, WFA menawarkan kebebasan untuk bekerja dari mana saja. Lebih menghemat waktu dan biaya transportasi, apalagi dengan kondisi kota-kota besar seperti Jakarta yang kemacetannya semakin parah.
Harvard Business Review melaporkan hasil penelitian di mana WFA tidak hanya membuat karyawan lebih bahagia, tetapi juga lebih produktif. Produktivitas individu dapat meningkat sebanyak 4,4% dari biasanya. Perusahaan juga lebih hemat dalam biaya operasional seperti listrik dan lain-lain.
Namun, tidak semua perusahaan dapat menerapkan WFA. Syarat utamanya adalah telah melakukan transformasi digital. Pemerintah semakin concern dengan transformasi digital. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Indonesia Digital Conference 2020 lalu mengatakan transformasi digital dapat meningkatkan produktivitas. “Ekonomi digital dapat memberikan akses yang lebih besar kepada masyarakat. Produktivitas masing-masing perusahaan akan meningkat, dan ini berdampak positif bagi kinerja perusahaan dan institusi,” ujarnya.
Alasan Alita Bekerja Dari Mana Saja
Salah satu perusahaan yang menerapkan Work From Anywhere adalah Alita Praya Mitra. Penyedia layanan ICT berusia 27 tahun ini menerapkan WFA untuk karyawan sebagai langkah transformasi menuju perusahaan digital penuh pertama di Indonesia.
Di masa pandemi, Alita melakukan kegiatan work from home (WFH) mengikuti kebijakan Pemerintah. Bahkan berdasarkan penilaian perusahaan, selama WFH terbukti pola kerja berhasil meningkatkan produktivitas kerja hingga 50% dan menekan biaya operasional kantor hingga 70%.
Direktur Utama PT Alita Praya Mitra (Alita), Teguh Prasetya mengatakan saat ini pandemi telah menjadi endemik, namun masyarakat telah memasuki era volatilitas, ketidakpastian, kompleksitas, dan ambiguitas (VUCA) yang penuh dengan ketidakpastian.
“Untuk menjawab tantangan VUCA, kita membutuhkan VUCA 2.0, yaitu visi, pemahaman, keberanian, dan kemampuan beradaptasi. Alita WFA merupakan salah satu langkah untuk bekerja lebih inovatif, cerdas, keras, dan mengadopsi teknologi dengan baik,” ujarnya.
Ia menambahkan, agar Work From Anywhere berjalan lancar, dibutuhkan visi, pemahaman, keberanian, dan kemampuan beradaptasi untuk menciptakan lingkungan kerja yang seimbang. “Komunikasi tetap terjaga melalui berbagai saluran komunikasi, salah satunya adalah intranet Go Beyond untuk memudahkan karyawan bekerja dari mana saja,” ujarnya.
Dijelaskan lebih lanjut, Alita telah menerapkan standar internasional dalam keamanan informasi dengan Sertifikasi Sistem Manajemen Keamanan Informasi atau yang lebih dikenal dengan Sistem Manajemen Keamanan Informasi (ISMS) ISO 27001.
Sementara itu, Fita Indah Maulani, Head of Corporate and Marketing Communication PT Alita Praya Mitra, memaparkan sertifikasi SMKI sebagai gambaran bagaimana perusahaan dapat melindungi dan menjaga kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi.
“Sertifikasi ini diperoleh karena komitmen perusahaan dalam mengelola dan mengendalikan risiko keamanan informasi. Standar operasional prosedur perusahaan harus berjalan sesuai dengan standar keamanan siber, salah satunya mengacu pada ISO 27001,” ujarnya.
Dengan mengantongi ISO 27001:2013, Alita saat ini telah menetapkan persyaratan untuk menetapkan, menerapkan, memelihara, dan terus meningkatkan sistem manajemen keamanan informasi dalam konteks organisasi. Ini juga mencakup persyaratan untuk penilaian dan penanganan risiko keamanan informasi sesuai dengan kebutuhan organisasi.